Daerah

Harga karet tingkat petani di Sambas capai Rp11.000 per kilogram


Pontianak (ANTARA) – Harga karet di tingkat petani di Kabupaten Sambas, Kalbar saat ini sudah mencapai Rp11.000 per kilogram atau mengalami kenaikan yang semula di bawah Rp10.000 per kilogram.

“Bersyukur harga karet di tingkat petani saat ini terus naik. Ini tentu menjadi keinginan petani sejak lama. Harga sudah capai Rp11.000 per kilogram,”ujar satu di antara petani karet Dapit saat dihubungi di Sambas, Minggu.

Ia menjelaskan dengan harga yang ada bisa mendorong daya beli masyarakat. Apalagi di tengah COVID-19, harga karet naik bisa membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari – hari.

“Semoga harga karet minimal bertahan dan lebih baik naik lagi. Jangan sampai harga di bawah Rp10.000 per kilogram,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Kalbar Heronimus Hero mengatakan bahwa strategi yang diterapkan dan transparansi harga yang dihadirkan pemerintah di tingkat pabrik memberikan gambaran harga di petani. Sehingga para tangkulang mulai tidak berani membeli harga yang rendah karena petani sudah mudah mengetahui harga terkini karet.

Hero menjelaskan dengan perbaikan tata niaga karet yang terus dimaksimalkan juga saat ini permintaan karet mulai terus naik sehingga harga ikut terdongkrak.

“Permintaan karet mulai membaik dan aktivitas ekonomi mulai kembali bergerak. Sehingga industri yang memerlukan karet mulai meningkatkan permintaan. Sehingga harga karet dunia mulai naik,” kata dia.

Dengan kondisi harga karet yang membaik maka sangat berpengaruh pada pendapatan petani. Sehingga dapat membantu lebih baik dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari- hari.

“Hampir 1,25 juta penduduk Kalbar yang terlibat di perkebunan karet. Harga karet meningkat tentu ekonomi petani dan daerah akan membaik atau meningkat pula,” sebut dia.

Ia menjelaskan bahwa sejauh ini persoalan karet yang selama ini menjadi keluhan petani adalah soal harga. Menurutnya, di lapangan perbedaan harga antara pabrik dan petani sangat tinggi, karena rantai pasok yang terlalu panjang sehingga karet kehilangan nilai tambah.

“Rantai pasok komoditas karet melibatkan dua hingga tiga tingkat perantara atau pengepul. Kondisi tersebut juga diperparah dengan pengepul yang seenaknya mengatur harga, yang mengakibatkan harga yang diterima petani rendah dan tidak menguntungkan,”jelas dia.

Strategi tata niaga produk karet melalui networking entrepreneurship atau jejaring usaha menjadi alternatif yang sangat relevan dengan kondisi lapangan. Hal itu karna sistematis dan berdampak luas kepada masyarakat dan pemerintah daerah.

Salah satu upayanya, adalah dengan UPPB yang bisa memperpendek rantai pasok karet sekaligus menjaga mutu karet.

“UPPB ini bisa melakukan kerja sama dengan perusahaan karet seperti hari ini. Ke depan agar lebih banyak dan masif sehingga diperlukan dukungan dari pemerintah daerah. Kuncinya ada di daerah, bagaimana mereka bisa seoptimal mungkin mendukung tata niaga karet ini,” kata dia.





Sumber

Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Ke Atas