Ekonomi

Kalbar dan menilik peluang PLTN sebagai sumber energi alternatif


Pontianak (ANTARA) – Kebutuhan energi listrik di Kalbar yang memiliki 14 kabupaten dan kota setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Hal hal itu seiring adanya pertumbuhan pemukiman dan industri baik sekala kecil maupun besar yang mana listrik telah menjadi kebutuhan dasar untuk segala aktivitas.

Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalbar telah memproyeksikan sampai 2025 mendatang kebutuhan energi listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri di Kalbar mencapai 3.006 MW.

Gambaran proyeksi pada tahun 2015 lalu, kebutuhan listrik Kalbar berkisar di angka 486 MW. Namun, pada tahun 2020, kebutuhan listrik di Kalbar meningkat lebih dari 150 persen menjadi 1.180 MW.

PT PLN sebagai sebuah BUMN yang mengurusi semua aspek kelistrikan terus berupaya melakukan pemenuhan agar kebutuhan listrik di Kalbar tercukupi dan handal.

General Manager PLN Kalbar, Ari Dartomo mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya meningkatkan mutu layanan kepada pelanggan baik pelanggan rumah tangga, bisnis maupun industri dan saat ini untuk rasio elektrifikasi di Kalbar sudah mencapai 92,18 persen.

“Rasio elektrifikasi di Kalbar total mencapai 92,18 persen dan rasio desa berlistrik PLN sebesar 74,51 persen. PLN tetap berupaya meningkatkan rasio elektrifikasi di Kalbar tentunya dengan memanfaatkan sumber energi yang ada,” ujarnya di Pontianak.

Saat ini ada tiga jenis sistem kelistrikan di Kalbar yakni satu sistem utama yang dikenal dengan Sistem Khatulistiwa, lima sistem isolated, dan 42 listrik desa tersebar.

Sumber listrik di Kalbar sendiri saat ini selain melalui PLTD, PLTU, PLTBM bahkan juga melakukan impor dari perusahaan listri negara tetangga Malaysia yang telah dimulai sejak 15 Maret 2009 lalu. Pada tahap awal itu, pihak Sarawak memasok 200 kilo Volt Ampere (kVA) untuk kebutuhan 380 rumah tangga di Dusun Aruk, Desa Sebunga, Kecamatan Sajingan Besar. Aruk juga menjadi lokasi Pos Lintas Batas Negara (PLBN), yakni pintu keluar masuk resmi melalui jalur darat dari Indonesia ke Sarawak (Malaysia) atau sebaliknya.

Selain di Aruk, PLN juga membeli listrik dari Sarawak untuk Kecamatan Badau di Kabupaten Kapuas Hulu dengan jumlah 400 kVA. Seperti Aruk, Badau merupakan lokasi darat di wilayah paling timur Kalbar, juga terletak di perbatasan Indonesia – Malaysia.

Sejauh ini kondisi daya mampu Sistem Khatulistiwa yang mensuplai listrik ke delapan kabupaten di Kalbar total daya terpasang 609.5 MM, daya pasok 420.9 MW dan beban terlayani 237.3 MW. Daya pasok di sistem tersebut termasuk dari impor Sesco Sarawak Malaysia. Dengan melihat proyeksi yang ada dan daya mampu maka perlu penambahan pembangkit dengan menghadirkan dari sumber energi alternatif.

PLTN Menjadi Peluang

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam konferensi pers, Rabu (27/01/2021) menyampaikan laporan dari PLN bahwa stok batu bara untuk pembangkit listrik PLN hanya cukup untuk lima hari. Biasanya, stok batu bara PLN bisa mencapai sekitar 15 hari dan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/ IPP) mencapai sekitar 20-25 hari. Kondisi stok batu bara yang menipis tentu menjadi tantangan dan mengganggu suplai listrik terutama pembangkit yang mengandalkan batu bara tersebut.

Sementara untuk minyak bumi juga bakal habis 9,5 tahun lagi dan untuk gas bumi 19,9 tahun. Dengan potret yang ada pemerintah harus sudah mulai mencari energi alternatif yang murah dan ramah lingkungan. Satu di antara yang menjadi peluang yakni dengan menghadirkan Pembangkit Listrik Tenaga Listrik (PLTN). Dari bahan baku yang tersedia dan lokasi aman dari gempa, Kalbar telah menjadi target untuk pembangunan energi dari nuklir tersebut dan saat ini sudah tahap studi di berbagai aspek.

Akademisi Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak Prof Dr M Ismail Yusuf menilai PLTN menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan daya listrik di Kalbar yang sebesar 3.006 MW pada 2025 mendatang. Meskipun di lapangan rencana pembangunan PLTN tersebut masih menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat.

Ia menilai kebutuhan daya sebagaimana proyeksi yang ada tersebut beralasan karena kehadiran Pelabuhan Internasional Kijing di Kabupaten Mempawah, kebutuhan industri dan rumah tangga serta lainnya. Pelabuhan Internasional Kijing yang segera beroperasi menjadi simpul ekonomi bukan hanya di Kalbar namun di Kalimantan. Sehingga mendorong kebutuhan suplai listrik bagi banyak hal.

Terkait rencana pembangunan PLTN di Kalbar ia sangat mendukung. Menurutnya selain bisa memenuhi kebutuhan daya di Kalbar juga karena memang bahan baku untuk PLTN di Kalbar juga tersedia. Ketersediaan bahan baku di Melawi sampai 50 tahunan dan Kalbar aman dari gempa.

Selanjutnya untuk teknologi PLTN saat ini sangat aman. Selain negara maju yang sebagian besar gunakan PLTN untuk suplai energi listriknya, beberapa negara berkembang di ASIA juga akan menerapkan seperti di Vietnam.

“Kita menyakini kalau Kalbar ada PLTN maka daerah akan lebih kompetitif dalam berbagai hal termasuk soal produk industri yang lebih murah. Kita berharap PLTN segera direalisasikan untuk kemandirian energi dan kemajuan daerah serta lebih berdaya saing dalam berbagai hal,” kata dia.

Sementara itu, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Anhar Riza Antariksawan mengatakan bahwa untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kalbar yang dalam tahap studi kelayakan membutuhkan lembaga atau badan dari pemerintah dari lintas kementerian atau sektoral.

Perlunya badan atau lembaga khusus karena wewenang Batan terbatas yakni hanya sebatas pendampingan dan dukungan teknis persiapan tapak, SDM dan lainnya. Namun untuk membangun itu sendiri ini ranah pemangku kebijakan atau pemerintah, ranah Kementerian ESDM dan lembaga terkait termasuk pemerintah daerah.

Program menghadirkan PLTN di Kalbar yang dicanangkan sejak 2018 lalu tersebut sejauh ini menyiapkan aspek tapak (lokasi) dan non aspek seperti aspek kelistrikan, ekonomi dan keuangan, manajemen, proses bisnis, pemilihan teknologi dan lainnya.

Dari studi yang ada dan tengah dibedah hasilnya dari berbagai pihak diharapkan menghasilkan yang komprehensif. Studi dan aspirasi di lapangan tentu harus komprehensif untuk bisa mengambil keputusan terbaik untuk menghadirkan PLTN di Kalbar

Batan sendiri telah silaturahim dengan pemerintah Provinsi Kalbar. Gubernur Kalbar sangat merespon positif dan memberikan arahan bahwa PLTN adalah pilihan tepat bagi Kalbar dalam kemandirian energi.

“Respon Gubernur Kalbar sangat baik dan juga mengarahkan agar kegiatan direncanakan dengan baik harus terstruktur dan bertahap. Sehingga tidak disiapkan dengan sembrono. Kita sangat setuju dan memang itu yang dibutuhkan,” katanya.

Ia menegaskan bahwa pencanangan PLTN di Kalbar adalah proyek bersama dan itu juga buah dari respon masyarakat melalui pemerintah provinsi.

“Kegiatan ini melibatkan semua, tugas bersama mengenalkan nuklir yang manfaatnya luas dalam berbagai aspek kehidupan termasuk energi melalui PLTN. Untuk bersama pemetaan pemangku kepentingan penting,” kata dia.

Walhi : PLTN rawan

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai pembangunan PLTN tidak sepenuhnya murah dan aman, melainkan lebih mahal dan rawan terjadi bencana. Kampanye PLTN murah karena anggapan biaya bahan bakarnya murah, padahal ada biaya lain dalam teknologi PLTN yang lebih mahal.

“Biaya mahal PLTN, misalnya ada biaya pengayaan, penyimpanan limbah dan decommisioning (penonaktifan) yang biayanya bahkan bisa lebih besar daripada biaya pembangunan PLTN tersebut,” kata Eksekutif Daerah WALHI Kalbar, Anton P Widjaya.

Kebijakan energi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat bukanlah membangun PLTN, tetapi mewujudkan kedaulatan energi yang ramah lingkungan dan berkeadilan, dengan mengoptimalkan seluruh sumber energi terbarukan yang berlimpah, memperkuat energi skala kecil, merakyat dan menjangkau seluruh pelosok negeri.

Walhi menilai saat ini kesadaran negara-negara di dunia mulai meninggalkan penggunaan energi nuklir menuju ke energi terbarukan, maka diperlukan tempat untuk membuang sampah nuklir tersebut.

Dengan kampanye teknologi energi masa kini, memiliki power besar dan murah, semua tidak mau Indonesia menjadi tempat pembuangan sampah nuklir atau menjadikan Indonesia rawan bencana nuklir setelah Chernobyl dan Fukusima.

“Energi nuklir adalah energi yang memiliki dampak sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan lingkungan hidup, karena memiliki faktor risiko kecelakaan yang sangat tinggi. Sekali terjadi kecelakaan, maka dampak dan upaya pemulihannya memakan waktu sangat panjang,” kata dia.





Sumber

Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Ke Atas