Gaya Hidup

Awas, Mencabut Gigi Si Kecil Tanpa Bantuan Dokter Bisa Berbahaya!


Sekitar usia 3 tahun, si Kecil sudah memiliki seperangkat lengkap 20 gigi susu. Tiga tahun kemudian, atau ketika usianya mencapai 6 tahun, satu per satu gigi susunya akan mulai goyang hingga akhirnya tanggal dengan sendirinya atau hanya butuh satu tarikan untuk mencabutnya. Inilah yang membuat beberapa orang tua beranggapan bahwa aman-aman saja untuk mencabut gigi balita tanpa bantuan dokter gigi. Padahal perlu diketahui, ada risiko yang bisa menyertai keputusan ini, lho.

Proses Tanggalnya Gigi Susu

Tumbuhnya gigi susu sebelum gigi permanen, bertujuan menciptakan ruang yang cukup untuk ditempati oleh gigi permanen. Pasalnya, gigi permanen umumnya baru siap untuk erupsi (keluar) ketika si Kecil berusia 6-7 tahun. Karena membutuhkan waktu untuk tumbuh, maka tempat untuk gigi permanen itu “dijaga” oleh gigi susu.

Proses pertumbuhan gigi permanen dimulai dengan terurainya akar gigi susu hingga benar-benar hilang. Pada saat itu, gigi susu akan terasa longgar dan hanya ditahan oleh jaringan gusi di sekitarnya. Seiring bertambahnya hari, gigi susu akan terasa makin longgar dan bisa lepas tanpa rasa sakit serta perdarahan yang minimal.

Namun, kadang-kadang gigi susu tidak tanggal semudah yang diharapkan, sehingga Mums pun bisa tergoda untuk mencoba mencabutnya sendiri. Nah, jika hal ini terpikir untuk Mums lakukan, setidaknya perhatikan 3 tanda utama bahwa gigi susu siap dicabut, berdasarkan arahan dari American Dental Association. Yaitu:

  1. Pastikan bahwa gigi susu sangat longgar atau menggantung di soket (ruang gigi).
  2. Ketika disentuh atau digoyang, si Kecil tidak merasakan sakit.
  3. Jika sebaliknya, itu pertanda bahwa akar gigi belum cukup larut untuk dilakukan pencabutan gigi.

Secara kronologis, umumnya gigi seri paling pertama tanggal dan paling mudah dicabut, karena hanya memiliki satu akar. Berbeda dengan gigi geraham yang menancap lebih kuat di gusi dan memiliki beberapa akar. Walau begitu, gigi geraham susu paling umum untuk dicabut karena lebih riskan berlubang (kavitis).

Baca juga: Tips Mencegah Luka Bakar di Rumah

Prinsip utama menjaga harmonisasi gigi susu dan permanen sebenarnya simpel saja, yaitu jangan pernah mencabut gigi susu sebelum waktunya. Karena, ada risiko di balik tindakan gegabah mencabut gigi susu.

“Risiko pencabutan gigi yang tidak tepat waktunya adalah pergeseran gigi. Ketika gigi susu sudah dicabut sebelum waktunya, sementara gigi permanen masih lama tumbuh, maka akan tersedia kekosongan yang cukup lama. Ruang kosong ini perlahan akan diisi oleh gigi di sekitarnya. Lalu, ketika gigi permanen siap erupsi tapi tempatnya sudah diambil, ia akan mencari jalan lain untuk bisa tetap keluar. Akhirnya, ia tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan terjadilah gingsul,” papar drg. Rahma Landy.

Jangan salah, dalam dunia medis nyatanya gingsul merupakan sebuah kelainan, karena gigi tidak tumbuh di tempat yang benar. Beberapa risiko dari munculnya gingsul adalah:

  • Berkurangnya nilai estetika.
  • Posisi gigi yang berjejal dipastikan akan terselip sisa makanan dan tidak bisa bersih sempurna hanya dengan menyikat gigi biasa . Dalam jangka panjang, sisa makanan ini dapat menimbulkan karies di dua gigi sekaligus karena letaknya sangat berdekatan.
  • Sisa makanan yang tertinggal dan tidak bisa dibersihkan akan menyebabkan bau mulut, karena terjadi pembusukan akibat bakteri.
  • Aktivitas makan terganggu dan si Kecil merasa tidak nyaman saat mengunyah atau menggigit makanan.
  • Cedera gusi karena proses mengunyah.
  • Gigi tidak berfungsi dengan baik.
  • Memengaruhi kemampuan berbicaranya, seperti cadel.

Selain itu, upaya mencabut paksa gigi susu dengan cara dan waktu yang tak tepat, dapat berisiko menarik akar yang sensitif dan menyebabkan rasa sakit. Bukan hanya sakit, mencabut gigi susu yang tidak cukup longgar dapat menyebabkan perdarahan berlebihan, kerusakan pada jaringan, hingga menyebabkan infeksi.

Itulah sebabnya, tak perlu terburu-buru untuk mencabut gigi susu si Kecil jika terlihat baru sedikit goyang. Lebih baik arahkan ia untuk terus mendorong masuk dan keluar gigi tersebut menggunakan lidah, agar semakin longgar dan siap dicabut.

Baca juga: Inilah Pentingnya Mikronutrien selama Kehamilan!

Sementara menunggu, Mums perlu menerapkan beberapa tips perawatan gigi balita ini berdasarkan rekomendasi drg. Rahma:

  • Karena si Kecil sudah mengenal makanan manis dan sangat menyukainya, maka sudah pasti akan sulit untuk melarangnya. Tak apa si Kecil makan permen, kue, dan camilan manis lainnya. Tapi pastikan Mums membatasi jumlah konsumsinya.
  • Biasakan untuk mengingatkannya kumur-kumur sebanyak minimal 5 kali, setelah makan/minum manis, apalagi yang bertekstur lengket. Cara ini sangat membantu mencegah kerusakan gigi dibanding tidak kumur-kumur sama sekali.
  • Ajak si Kecil sikat gigi bersama di depan kaca. Jika ia meminta sikat gigi yang sama seperti yang Mums gunakan, berikan ia sikat gigi dewasa dengan bulu paling halus.
  • Kenalkan si Kecil pada lagu anak-anak yang mengajarkan tentang sikat gigi.
  • Jika semua cara sudah dicoba dan si Kecil masih susah untuk diajak sikat gigi, bekerja samalah dengan suami atau pengasuh untuk membantu memeganginya. Karena, sikat gigi bukanlah pilihan mau/tidak mau, melainkan wajib dilakukan sedari usia dini.

Nah, bagaimana dengan cerita Mums menjaga kesehatan gigi si Kecil?

Baca juga: Di Jepang, Kalau Memukul Anak Bisa Masuk Penjara!

Sumber:

American Dental Association. Missing Teeth.

Healthline. Baby Teeth Fall.

Wawancara dengan drg. Rahma Landy.



Sumber

Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending

Ke Atas